Share for friends:

Arranged Marriage: Stories (1996)

Arranged Marriage: Stories (1996)

Book Info

Genre
Rating
3.73 of 5 Votes: 3
Your rating
ISBN
0385483503 (ISBN13: 9780385483506)
Language
English
Publisher
anchor

About book Arranged Marriage: Stories (1996)

Judul: Arranged Marriage (Perjodohan)Seri: Brotherhood of The Conch #2Penulis: Chitra Banerjee DivakaruniPenerjemah: Gita Yuliani K.Penerbit: Gramedia Pustaka UtamaTerbit: Januari 2014Tebal: 376 halamanISBN: 978-602-03-0135-8Kategori: Novel FiksiGenre: Sastra India, Sosial Budaya, Kumpulan CeritaBeli di: Mbak MariaHarga: Rp. 51,000 (Pre-order)Kalimat pembuka:Tahun itu Ibu sering menangis, di malam hari.Koleksi cerita pendek Chitra Banerjee Divakaruni kali ini merekam jejak perjalanan para gadis dan perempuan India di Amerika. Perubahan suasana, memulai dari awal, terasa menakutkan sekaligus menjanjikan, ibarat samudra yang memisahkan mereka dari tanah kelahiran. Mulai dari cerita tentang pengantin baru yang mimpinya kandas di California, hingga ke janda paruh baya yang bertekad untuk sukses di San Francisco, untaian kalimat-kalimat indah Divakaruni menciptakan potret sebelas perempuan yang akan mengalami transformasi tak terlupakan.Selama ini saya mengoleksi buku-buku karya Chitra Banerjee Divakaruni, tapi saya baru membaca buku terbitan GPU paling baru ini.Arranged Marriage berisi 11 cerita pendek tentang perempuan India beserta kedukaannya.1. KelelawarAku adalah gadis kecil yang sering mendapati ibunya menangis di malam hari. Pagi harinya, luka lebam menghiasi wajah ibunya. Ayah Aku adalah pria besar dan kasar. Selalu ada barang terjatuh jika ia berada di rumah.Suatu pagi, Aku diajak ibunya untuk bergegas meninggalkan rumah sempit mereka di pinggiran kota menuju Gopalpur, sebuah desa tempat kakek-paman Aku tinggal. Di sana, Aku diajak memancing di danau, juga bermain bersama anak ayam, hal yang jarang ia lakukan di kota. Ketika panen tiba, kakek-paman menghalau kelelawar yang menyerang kebun. Aku dan kakek-paman memasukkan bangkai kelelawar ke dalam karung. Saya menyimpulkannya sebagai simbol untuk memungut duka dan kesedihan.Kebahagiaan Aku tak berlangsung lama. Sepucuk surat membuat ibunya menangis dan mengharuskannya kembali ke kota.Ketulusan kakek-paman membuat saya trenyuh. Walau ia menderita sakit, ia tetap tersenyum dan tulus menyayangi Aku dan ibunya. Cerita ini merupakan salah satu potret kehidupan keluarga miskin India yang diwarnai kekerasan domestik.2. PakaianSumita, seperti gadis India pada umumnya, menunggu pinangan dari laki-laki yang datang untuk memilih calon pengantin. Adegan dibuka ketika Sumita sedang mandi di danau bersama dua sahabatnya, Deepali dan Radha. Namun, malang nasib Radha, tiga laki-laki yang datang untuk mencari istri menolaknya karena kulit Radha dianggap terlalu gelap. Sama seperti di Indonesia, stereotip gadis cantik India adalah yang memiliki rambut panjang hitam mengilap dan kulit halus dan berwarna terang.Somesh Sen, pria keturunan India yang lama tinggal di California, mencari calon istri ke tempat Sumita. Demi calon pengantinnya (berharap agar dipilih), Sumita mengenakan sari pemberian ayahnya. Sari itu berwarna dasar merah muda, sulamannya berupa bintang-bintang kecil yang bertaburan di atasnya, dan benangnya terbuat dari emas zari asli. Sari paling mewah yang pernah Sumita lihat. Seperti dugaannya, Somesh terpikat dan meminang Sumita. Satu minggu kemudian, Sumita diboyong ke California untuk tinggal bersama Somesh dan kedua orangtuanya.Somesh adalah pria baik-baik berasal dari keluarga baik-baik. Ia memiliki sebuah toko 24 jam bernama 7-Eleven. Karena ia bermitra dengan orang lain, maka ia tak bisa meninggalkan toko itu terlalu lama.Suatu kejadiaan naas menimpa pasangan pengantin baru tersebut. Di hari naas tersebut, Sumita harus mengenakan sari berwarna putih dan memendam cita-cita yang belum sempat tercapai.Kisah ini begitu tragis. Bagi kebanyakan keluarga India, Sumita bisa dianggap sebagai pembawa sial. Namun, mertuanya begitu penuh kasih sehingga membiarkannya tinggal bersama mereka.3. Jalan Perak, Atap EmasJayanti, gadis asal Calcutta, memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Chicago, sebuah kota di belahan dunia yang belum pernah dijamahnya. Sebelumnya, ia menulis surat pada bibinya, Pramita, yang setelah menikah tinggal di Amerika bersama suaminya, paman Bikram.Ketika memasuki apartemen bibinya, Jayanti terperangah mendapati tempat itu tidak sesuai dengan harapannya. Alih-alih mendapati apartemen mewah dan terawat, Jayanti harus menetap di kompek apartemen suram berbau kari basi. Harapan Jayanti akan kehidupan baru yang layak juga hancur ketika pamannya dengan ketus berkata bahwa semua impian orang India di Amerika akan sirna ketika mereka berhadapan dengan kenyataan yang keras. Jayanti juga terkejut mendapati paman Bikram memegang sekaleng bir, kebiasaan yang dianggap menjijikkan di kampung halamannya.Dan perkataan paman Bikram benar adanya. Orang kaukasia tidak menyukai (bahkan membenci) orang dengan kulit berwarna. Negara kapitalis begitu kejam, terutama terhadap pendatang.Saya merasa cerita ini begitu suram, sehingga membuat saya sesak saat membacanya. Entah hanya di buku fiksi saja, atau pria India memang gemar bermain tangan pada istrinya.4. Kata CintaKisah ini diceritakan dari sudut pandang orang kedua. Adalah seorang perempuan India yang tinggal bersama Rex, pria asing yang baru dikenalnya selama tiga bulan. Si perempuan adalah mahasiswa Berkeley yang hampir mendapat gelar Ph.D Ibunya yang tinggal di Calcutta adalah wanita yang kaku dan memegang teguh adat Hindu. Si perempuan pernah hampir diusir ketika kecil, saat ia nekat menonton film Hindi di bioskop. Ibunya berkata bahwa film seperti itu memerosotkan moral. Ketika ia sampai di rumah, ibunya sudah menyiapkan koper berisi pakaian si perempuan. Tetapi, mereka kembali berpelukan, mencoba melupakan perisiwa tersebut.Kejadian itu terulang ketika ibu si perempuan meneleponnya di luar jadwal. Ketika itu, Rex yang menerimanya. Si perempuan hendak dijodohkan dengan pria India kasta Brahmin, seorang eksekutif terpandang. Si perempuan menolaknya dengan alasan ia mencintai pria pilihannya. Si ibu tidak mau mengakuinya sebagai anaknya, dan memutuskan hubungan.Depresi, si perempuan tidak bisa berkonsentrasi dalam perkuliahan. Ia juga seperti tidak pernah mendengar perkataan Rex. Cinta, kata yang maknanya masih ia cari.Kisah ini merupakan salah satu kisah favorit saya, tentang betapa seorang anak Asia sangat begantung dan kuat hubungannya dengan orangtuanya (terutama ibu). Berbeda dengan orang barat yang selepas usia 18 bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, anak Asia yang terikat oleh adat dan agama tidak bisa seenaknya menjalankan kehidupannya.5. Hidup Yang SempurnaSalah satu cerita paling memikat dari buku ini. Meera, seorang wanita modern asal Calcutta yang kuliah dan bekerja di sebuah bank ternama di San Francisco, menolak konsep pernikahan, apalagi memiliki anak. Ia menganggap pernikahan bukanlah suatu keharusan, dan anak kecil itu merepotkan. Ia berhubungan dengan pria Amerika bernama Richard yang memiliki pandangan serupa.Suatu hari, seorang anak kecil kurus berusia tujuh tahun nyasar ke apartemennya. Tak tega, Meera mengajaknya masuk, memberinya makan, mengajarinya banyak hal, hingga rasa sayang tumbuh di hatinya. Tapi, kebahagiaan itu harus berakhir karena perbuatan Meera dianggap ilegal. Menyimpan anak yang tidak jelas identitasnya menyalahi hukum di sana. Anak kecil yang diberi nama Krishna itu harus tinggal bersama ibu asuh lain selama proses adopsi selesai.Mungkin ini salah satu kisah yang tidak berbau kultural namun tetap memikat dan meninggalkan kesan mendalam. Penulis seolah ingin menyampaikan bahwa setiap wanita memiliki naluri keibuan.6. Kisah Si PembantuCerita ini merupakan salah satu cerita terpanjang di buku ini, memakan 69 halaman. Salah satu cerita yang paling saya suka juga. Berkisah tentang sari kuning kunyit yang membawa kesedihan. Manisha, gadis yang mendambakan dekapan hangat dari ibunya, tumbuh dewasa. Ia memiliki kekasih, Bijoy, seorang profesor Psikologi di universitas di California.Manisha sangat dekat dengan bibinya, Deepa Mashi, yang tidak memiliki anak. Suatu obrolan ringan tentang pernikahan menggiring pada topik sari pernikahan. Manisha berkata, ia akan mengenakan sari warna kuning kunyit. Deepa Mashi lalu bercerita tentang kisah sedih dibalik sari kuning kunyit tersebut.Banyak muatan dalam cerita pendek ini: ketulusan, kepercayaan, pelecehan seksual, dan pilihan.7. KehilanganSeorang suami kehilangan istrinya begitu saja, tanpa jejak. Setiap sore, si istri suka berjalan-jalan sendirian sekembalinya suami bekerja. Dan sore itu adalah sore yang naas. Si istri tidak kembali. Pasangan suami istri itu jarang cekcok. Mereka dikaruniai seorang putra. Si suami berpikir keras mencari alasan perginya si istri, tapi ia tidak menemukan apa-apa.Cerita paling pendek di buku ini dan yang paling membosankan, tidak meninggalkan kesan apa-apa.8. PintuPreeti yang sudah lama tinggal di Amerika hendak menikah dengan Deepak yang baru saja datang ke Amerika untuk studi. Hubungan keduanya mendapat tentangan dari dua belah pihak, karena masalah budaya yang berbenturan. Namun, Preeti bersikukuh ingin menikah dengan Deepak. Mereka hidup rukun bahagia, hingga dijuluki sebagai pasangan serasi.Ada perbedaan di antara keduanya: Preeti suka mengunci pintu, sedangkan Deepak lebih suka membiarkannya terbuka.Masalah muncul ketika sahabat Deepak datang dari India. Namanya Raj. Kehadirannya mengusik kedamaian di rumah pasangan tersebut. Raj yang berisik dan ceria, tingkahnya sangat annoying bagi Preeti. Lebih buruk lagi, Raj akan tinggal bersama mereka selama masa studinya.Hal yang bisa saya petik dari cerita ini adalah dengarkanlah firasat orangtua dan para sahabat, apalagi dalam hal pernikahan.9. Pemeriksaan UltrasonografiAnjali dan Arundhati adalah sepupu yang hamil pada saat bersamaan. Mereka saling mengabari keadaan masing-masing. Anjali tinggal di Amerika, sedangkan Runu (demikian Arundhati dipanggil) ada di India.Mulanya komunikasi mereka lancar, hingga Anjali mendapati hal ganjil ketika ia menelepon sepupunya tersebut. Akhirnya, Runu menelepon Anjali diam-diam, mengatakan bahwa ia ketakutan karena mertua dan suaminya ingin ia mengaborsi janin yang dikandungnya karena diduga berjenis kelamin perempuan.Di India, bagi kasta tertentu, mereka menginginkan anak pertama adalah laki-laki, sebagai simbol harkat dan martabat marga. Saya pernah menonton acara yang dipandu oleh Aamir Khan tentang realitas kehidupan di India, dan hal ini pernah menjadi topik dalam acara tersebut. Miris rasanya, ada keluarga yang rela membunuh darah daging sendiri gara-gara jenis kelamin. Di bab ini, ada satu kalimat yang sangat menohok, “di India, dunia dikuasai oleh laki-laki.”10. PerselingkuhanAbha dan Meena adalah sahabat karib. Suami Abha, Ashok, juga cukup akrab dengan Meena. Suatu sore biasa, Ashok tiba-tiba memberi kabar pada Abha bahwa Meena berselingkuh. Biasanya Meena mengatakan apa saja pada Abha, tapi tidak tentang hal itu.Di pesta ulang tahun perkawinan kerabat mereka, Meena datang memakai choli minim dan berdansa dengan Ashok, membuat Abha curiga bahwa ada sesuatu dengan keduanya.Ditambah dengan kunjungan tak terduga dari suami Meena ke rumah Abha. Srikant dengan canggung mengatakan bahwa ia akan bercerai dengan Meena. Timbul iba dan simpati pada Srikant, dan ada getaran lain yang dirasakan oleh Abha, sesuatu yang tidak ia rasakan ketika bersama Ashok.Kisah ini mengambil tema pasaran sebetulnya. Namun Divakaruni mampu mengemasnya dengan menarik. Saya menyukai deskripsinya, penggambaran Abha yang rapuh dan Meena yang dinamis.11. Bertemu MrinalAsha bercerai dari suaminya Mahesh. Mereka memiliki anak laki-laki usia remaja bernama Dinesh yang gandrung akan musik metal.Suatu hari, Asha mendapat kejutan. Sahabat sekaligus rival masa remajanya, Mrinal, meneleponnya dan mengatakan ingin bertemu.Mrinal yang lebih cantik, cerdas, sukses dalam karir, tapi belum juga menikah. Ia berkata ia puas dengan yang dimilikinya, puas dengan pandangan kagum laki-laki yang dijumpainya, dan ia tak mau merosot menjadi seorang ibu rumah tangga. Asha tersentak mendengar perkataan Mrinal. Ia bercerita tentang betapa Mahesh mencintainya, dan keluarganya yang harmonis. Mrinal iri dengan apa yang dimiliki Asha, demikian juga sebaliknya.Manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, dan pepatah rumput tetangga terlihat lebih hijau juga benar adanya, terutama dalam kisah ini.Benang merah dari seluruh kisah ini adalah perkawinan yang diatur. Hingga saat ini, praktek perjodohan masih berlaku di kalangan orang India, bahkan keturunan India yang tinggal di Indonesia (soalnya kerabat saya pernah curhat tentang hal ini). Kedengaran kuno, tapi di zaman modern di mana orang-orang sibui dengan pekerjaannya, perjodohan menjadi salah satu solusi untuk mencari pasangan hidup.Secara keseluruhan, saya menyukai buku ini yang kental dengan adat dan tradisi India. Mungkin para imigran bernasib lebih baik karena adat tidak terlalu ketat mengungkung. Untuk perempuan yang tinggal di India, sudah harga mati harus mengikuti adat dan keinginan keluarga. Apalagi perempuan yang sudah menikah, ia sudah dianggap menjadi milik suami dan mertuanya.Beberapa perempuan dalam kisah ini mendambakan kebebasan dengan cara melarikan diri atau bercerai, yang merupakan aib bagi masyarakat India.Saya juga belajar beberapa kosakata India (ada glossary di halaman belakang). So far, buku ini merupakan buku kumpulan cerita favorit saya.

It’s not every day (or year or decade) one visits India, so I might as well hoard myself a little with books written by Indian authors. Unfortunately, I may have been too tied up with work, or too lazy to go around that I was only able to buy 3 “local books”, 1 bestseller that is available elsewhere although the book I bought was published in India, and 1 C.S. Lewis book that I hope am able to read (it’s a collection of poems – I know, I didn’t know what I was thinking. Hahaha!).This book, Arranged Marriage, is something that I bought on the airport, going home. Shamelessly, because I waited till the “last-minute” to buy them. This is a collection of short stories of Indian women who are living “independent lives” in America.Some are poignantly good, but most [irritatingly] leave one hanging. I guess it’s the reader in me who wants the author to end the story for me. It is, after all, their story.The short stories will connect you more deeply with the owners of the stories, especially if you’re not Indian, if you know of someone who is. They may even have “less traditional” families, but if there’s one thing they should be proud of, it’s their culture. Of course, I couldn’t say the opposite thing of my home country, of which I am shamelessly a bit ignorant. But I love how they stick to their values, their traditions, their beliefs (excluding of course their belief in their “gods”), despite the growing “westernization” or “asianization” of the world. And this is quite apparent in the stories told.There are eleven stories, and I enjoyed reading all of them, but I would just like to emphasize on some that I enjoyed a bit more.Clothes: This is a story of a [kind of] new bride who follows his husband to America to start their new life together. But with just a few weeks (or days or month?), they’re met with a tragedy. What I like about the story is the courage and hope that the Indian bride has. Given some stories of how “highly” India looks upon its men, it’s a refreshing to read of women who are brave enough to stand on their own and to take ahold of their own life.A Perfect Life: This is about an ‘independent, Americanized’ Indian woman’s story of being a temporary mother to a homeless, nameless-at-first boy. It was a bit heartbreaking, but I really like it.The whole book is very well-written, and personalized. I had my fair share of Indian stories with our colleagues, and it almost felt the same thing. Like I said before, unless you know someone directly “involved” with the Indian lifestyle/traditions, this book will just be another collection of stories that the author decided to compile for the sake of.Oh, and the glossary at the back is really helpful. Especially when one doesn’t have internet access to search what the Indian term is about.“It’s a man’s world in India.”That’s when I know I cannot go back. I don’t know yet how I’ll manage, here in this new, dangerous land. I only know I must.

Do You like book Arranged Marriage: Stories (1996)?

The words “arranged marriage” conjure images of brides with their faces covered, tyrannical husbands and oppressively large families. Chitra Banerjee-Divakaruni in her book, Arranged Marriage, portrays this entity within India or Indian Diaspora in a variety of manifestations that build and then destroy these stereotypes. Like Indian marriages the stories in this collection are tied on many levels. Throughout her book, Divakaruni weaves themes of family honor and woman in bad relationships.tThe collection starts with Bats; this story attempts to de-mystify the universal question of why women continue to live in bad marriages (or situations). The child narrator’s mother is a gullible woman who continually goes back to her abusive husband. In her own defense the mother blames, “…the stares and whispers of the women, down in the marketplace. The loneliness of being without him,”. The question, however, is left hanging when the story ends with an image of the narrator and her mother running away once more, wounded and frantic, to escape her abusive father. Similarly in Affair, Ashok mocked his wife, Abha’s beliefs and did not value her strengths. However, towards the end of the story she realizes that, “The old rules aren’t always right. Not here, not even in India,” (Divakaruni, 270). Bats helps the reader understand, early on, that the question this story grapples with has no simple answers. It also provides context for stories that follow, the reader understands the significance of a female protagonists fighting against cultural norms like Abha does in Affair. tClothes fleshes out the theme that often the burden of family honor is placed on the females members of the family. This is exemplified through Mother and Father Sen’s expectation of their daughter in law Sumita. She is not allowed to go to her husband’s store, must dress in traditional attire and “like a good Indian wife” must never address her husband by his name (Divakaruni 25-26). These references imply that a woman’s inappropriate behavior will lead to her family losing face in society and give context to other stories where Divakaruni doesn’t explicitly mention this idea. ttDivakaruni’s syntactical choices pull the reader into the world of her stories. Her trademark use of italicized Bengali expressions and folk songs is perfect; they create a context that stirs the memories of her South-Asian readers and yet doesn’t alienate a western audience. Divakaruni aptly captures her characters’ voices through her generous use of Indian English and Bengali expressions throughout this book. tDivakaruni’s stories leave her readers with more questions than answers. Through the use of simple prose she sets up complicated situations that force the reader to question his/her beliefs about arranged marriages and Indian women. The question of why Indian women continue to live in bad marriages is not completely answered by the end of the book. However, the reader has reached an understanding that this question cannot be written in clear strokes of black and white. It is a question that has fuzzy handwriting and the color of ash.
—Noor

I had been wanting to read this book for ages, but when Chitra Banerjee Divakaruni engaged in conversation with Geoffrey Chaucer on Twitter, I knew It Was Time. Chaucer appears nowhere in this short story collection, though.As the title implies, the stories revolve around arranged marriage, an issue I have been dealing with since puberty. The stories resonated with me deeply, not only because of their portrayal of Indian culture but also because they deal with the particular challenges of growing up as an Indian-American, trying to reconcile the traditions and norms of your culture with an environment that makes you perceive them as wrong. The only other short story collection about Indians I've read before was Interpreter of Maladies, and while the stories are more varied in topic, they're not as consistently affecting; I saw myself so much more in Arranged Marriage, despite the fact that the main characters were almost always women (the heartbreaking first story, "The Bats," stars a child, and the Gone Girl-esque "The Disappearance" focuses on the husband).The stories are variations on a theme, but no two stories are alike, and each one grabs you from the get-go and tugs at your emotions. I must admit that the dominant theme became wearying, however, in that in nearly every story, the husband was kind of a dick, leading to an unhappy marriage full of regret. (One of them even had my name, which made things slightly awkward.) The husbands are neglectful, dismissive, disrespectful, traditional, and the wives are lonely, oppressed, melancholy, traditional. The characters aren't interchangeable, and each story has a unique voice, but I knew what I was in for each time.Arranged Marriage is an important work, giving voices to Indian-American women, be they in arranged marriages or love-marriages. The prose is accessible with moments of poetry, allowing mainstream America a glimpse into another culture and Indian America a chance to see themselves in literary fiction.
—Sunil

This collection is old, published in 1995, but I was struck how Divakaruni's characters seem both traditional and modern. Almost all the stories deal with Young Indian women who are in relationships that either aren't what they thought they would be or aren't what their families think they should be. Divakaruni successfully mines the tension between conflicting cultural expectations, often those of Indian society and American society. Her writing is beautiful and evokes both cultures with grace and honesty.http://scribbleandhum.blogspot.com/20...
—Kris Dinnison

download or read online

Read Online

Write Review

(Review will shown on site after approval)

Other books by author Chitra Banerjee Divakaruni

Other books in category Romance